Kamis, 20 April 2017

PENYAKIT YANG BERKAITAN DENGAN FERTILITAS DAN STERILITAS


    1.      Brucellosis pada Sapi

Brucellosis pada sapi merupakan penyakit hewan menular yang ditandai oleh abortus (keluron) pada kebuntingan tua, penyebabnya adalah bakteri Brucella.  Bakteri Brucella untuk pertama kalinya ditemukan oleh Bruce (1887) pada manusia dan dikenal sebagai Micrococcus miletensi. Kemudian Bang dan Stribolt (1897) mengisolasi jasad renik yang serupa dari sapi yang menderita kluron menular. Jasad renik tersebut diberi nama Bacillus abortus bovis. Bakteri Brucella bersifat gram negatif, berbentuk batang halus, mempunyai ukuran 0,2 - 0,5 mikron dan lebar 0,4 - 0,8 mikron, tidak bergerak, tidak berspora dan aerobik. Brucella merupakan parasit intraseluler dan  dapat diwarnai dengan metode Stamp atau Koster.  Brucellosis yang menimbulkan masalah pada ternak terutama disebabkan oleh 3  spesies, yaitu Brucella melitensis, yang menyerang pada kambing, Brucella abortus,  yang menyerang pada sapi dan Brucella suis, yang menyerang pada babi dan sapi. 
Kejadian abortus pada se kelompok sapi yang sedang bunting dapat mencapai 5-90%, tergantung pada frekuensi penularan, virulensi kuman, kondisi inang dan sebagainya. Kerugian akibat penyakit Brucellosis pada sapi antara lain abortus, sterilitas dan infertilitas, kematian dini anak-anak sapi dan penurunan dan penghentian produksi. Sapi dapat tertular Brucellosis melalui saluran pencernaan setelah memakan atau meminum bahan (makanan) yang tercemar oleh bahan yang di abortuskan . Sedangkan manusia dapat tertular setelah minum susu sapi atau kambing yang terinfeksi tanpa dipasteurisasi terlebih dahulu . Gejala yang utama dari Brucellosis pada sapi adalah abortus pada umur kebuntingan 6 - 7 bulan ke atas,  kadang diikuti dengan kemajiran, Cairan janin berwarna keruh pada waktu terjadi keguguran, kelenjar air susu tidak menunjukkan gejala-gejala klinik, walaupun di dalam air susu terdapat bakteri Brucella, tetapi hal ini merupakan sumber penularan terhadap manusia.. Abortus sendiri terjadi karena rapuhnya pertautan placenta fetalis dengan placenta maternalis sehingga terpisah sebagai akibat bersarangnya kuman Brucella di tempat itu . Setelah abortus 2 - 3 kali biasanya infeksi menjadi menetap atau kronis, tidak memperlihatkan tanda-tanda klinik dan sapi yang bersangkutan dapat kembali bunting normal. Akan tetapi sapi-sapi demikian tubuhnya terus menerus mengeluarkan kuman Brucella yang bersifat patogen bagi sapi lain maupun bagi manusia (dikenal dengan sapi carrier). Gejala klinis Brucellosis pada sapi jantan adalah radang pada epididimis, radang testis (orchitis) dan pembengkakan pada persendian lutut (arthritis). Belum ada pengobatan yang efektif terhadap Brucellosis.
2.      Vibriosis pada Sapi

Vibriosis pada sapi disebabkan oleh bakteri Campylobacter fetus veneralis yang mengakibatkan gangguan proses reproduksi. Sapi yang terserang penyakit ini umumnya memperlihatkan rata-rata kawin berulang sebanyak 5 kali kawin alam (antara 5-25 kali), siklus birahi menjadi lama dan tidak teratur (25-55 hari), lendir pada saat birahi terlihat keruh karena pernanahan. Abortus terjadi pada umur 2-3 bulan kebuntingan. Penyakit ini menular hanya melalui semen, yaitu melalui perkawinan alam atau inseminasi buatan (IB) dengan semen tercemar.
 Penularan dari betina terinfeksi ke betina sehat tidak pernah dilaporkan. Diagnosa penyakit berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, tetapi adanya perpanjangan masa kawin dan jarak beranak patut dicurigai adanya Vibriosis . Diagnosa penyakit dengan tepat dapat dicapai melalui prosedur diagnostik, yaitu isolasi agen penyakit . Secara serologi penyakit juga dapat didiagnosis melalui pendeteksian antigen dari cairan lendir saluran reproduksi 60 hari setelah perkawinan.
Pencegahan penyakit dilakukan dengan menggunakan IB, atau pejantan yang bebas Vibriosis. Vaksinasi dapat mencegah infeksi penyakit. Ternak jantan yang sakit dapat diobati dan sembuh dengan menggunakan antibiotik seperti streptomisin dosis tinggi secara subkutan disertai pemberian secara lokal pada sarung dan glands penis (pejantan), atau 1 gram streptomisin secara intrauterin setelah inseminasi untuk mencegah infeksi pada hewan betina .
3.      Mikosis

Mikosis merupakan suatu penyakit atau gangguan reproduksi ternak pada sapi yang diakibatkan oleh infeksi kapang, utamanya adalah Aspergillus fumigatus, A. absidia dan A. mucor. Hal ini terbukti dengan adanya kapang tersebut pada fetus yang diaborsikan (membran fetus atau isi perut fetus). Abortus akibat infeksi kapang terjadi pada pertengahan atau akhir umur kebuntingan sapi. Infeksi pada ternak sapi terjadi karena temak menelan atau menghirup spora dari pakan yang berjamur.
 Cara pencegahannya adalah dengan menghindarkan sapi dari pakan berjamur. Cara penyimpanan pakan yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam pencegahan penyakit ini.
4.      Bovine viral diarrhea (BVD)

Penyakit Bovine viral diarrhea (BVD) pada sapi disebabkan oleh virus bovine diarrhea, penyakit ini menimbulkan 4 bentuk gejala klinis, yaitu:
1) bentuk subklinis, tidak terlihat gejala;
2) bentuk kronis, ada gejala tapi tidak jelas seperti berkurangnya nafsu makan, kelesuan, diare ringan, pertumbuhan yang lamban;
3) bentuk akut, memperlihatkan diare profusa, demam, erosi pada saluran gastrointestinal;
4) bentuk mukosa, paling berat, ditandai dengan gejala akut disertai adanya perlukaan pada selaput lendir ruang mulut dan saluran pencernaan. Pada bentuk ini ternak akan mati pada sekitar hari ke- 14 setelah infeksi .
Bentuk-bentuk tersebut sangat sering terjadi pada sapi umur mulai 8 sampai 18 bulan. Pada sapi bunting, infeksi virus mengakibatkan kematian fetus dan abortus . Kebanyakan abortus terjadi pada umur kebuntingan 3 sampai 4 bulan. Infeksi virus BVD pada umur kebuntingan pertengahan trimester mengakibatkan cacat pada otak, mata dan bulu. Cacat otak dan mata lebih sering terjadi daripada terjadinya kelainan bulu.
Diagnosa penyakit dilakukan dengan mengisolasi agen penyakit atau pemeriksaan antibodi setelah terjadi abortus . Penularan penyakit terjadi karena kontak dengan cairan lendir mukosa hewan terinfeksi atau lingkungan tercemar. Penularan dapat terjadi melalui semen pejantan, baik melalui kontak seksual atau melalui IB.
 Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui pencegahan kontak langsung dengan ternak sakit (memperlihatkan gejala klinis), lingkungan tercemar (terkena lendir ternak sakit), menggunakan pejantan bebas BVD pada kawin alam, atau penggunaan semen bebas BVD pada IB. Alternatif pencegahan penyakit adalah melakukan vaksinasi hewan terhadap virus BVD. Infectious bovine rhinotracheitis (IBR) Jika virus IBR menyerang sistem reproduksi sapi betina, maka akan terlihat gejala klinis pustular vulvovaginitis profusa . Lendir bernanah dapat terlihat keluar dari liang vulva. Sapi betina memperlihatkan kemajiran temporer. Sapi betina yang terinfeksi virusn IBR, baik tipe pernafasan maupun vulvovaginitis, dapat berakibat pada abortus fetus mulai 3 minggu sampai 3 bulan setelah mengalami infeksi. Tanda lainnya yang umum adalah tertahannya plasenta. Pada sapi jantan, gejala klinis yang tampak adalah perlukaan bernanah pada glands penis.

5.      Sapi Majir/ Mandul

Penyebab kemandulan pada sapi betina berkaitan dengan tata laksana pemeliharaan seperti tanda-tanda birahi sapi betina tidak dipahami peternak, sehingga perkawinan yang dilaksanakan tidak menghasilkan kebuntingan yang diharapkan, sapi betina setelah beranak terlalu cepat dikawinkan misalnya kurang dari 3-4 bulan setelah beranak sehingga memperbesar gangguan selama kebuntingan. Akibatnya sapi betina mengalami kesulitan reproduksi normal di masa selanjutnya. Tidak diketahuinya secara tepat tentang kesuburan pada pemacak (sapi jantan) apakan sudah tua atau mandul. Sapi betina dikawinkan dengan sapi jantan pemacak yang berlainan dan berganti-ganti juga menjadi penyebab mandul, misalnya, perkawinan pertama dengan sapi jantan pemacak yang satu dianggap gagal, lalu sapi betina dicarikan sapi jantan pemacak yang lain, tanpa dipelajari sebab-sebab utama kegagalan perkawinan pertama. Tindakan semacam itu sangat membahayakan, karena memungkinkan terjadinya pemindahan penyakit kelamin dari sapi betina yang satu ke sapi betina yang lain dengan perantaraan sapi jantan pemacak yang bersifat carier dan penyakit ini bisa menjadi penyebab utama kemandulan sapi betian bibit. Kemandulan sapi juga bisa disebabkan oleh kurangnya kontrol dan pemeriksaan terhadap kebuntingan sapi betina. Apabila kebuntingan muda yang belum kelihatan jelas tidak memperoleh perawatan dan pemeriksaan, dapat mengakibatkan keguguran (keluron).
6.      Listeriosis
Listeriosis pada sapi domestikasi sangat jarang, namun bila terserang dapat mengakibatkan kerusakan pada otak dan membran selaput otak, serta mengakibatkan abortus . Abortus terjadi pada 4-7 bulan umur kebuntingan . Cara penyebaran penyakit melalui pakan atau air yang terkontaminasi, terutama tercemar oleh feses, cairan lendir vaginal atau saluran pernafasan dari ternak domba yang terinfeksi . Diagnosis terbaik adalah dengan mengisolasi agen penyakitnya. Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan sanitasi pakan dan air/lingkungan . Pengobatan hewan sakit dilakukan dengan pemberian antibiotik penisilin dan tetrasiklin untuk mengurangi tingkat kematian.
Penyakit ini juga menular ke manusia akibat menangani abortusan, atau minum susu segar dari hewan terinfeksi.


DAFTAR PUSTAKA
Adjid, R. M. A. 2007. Strategi alternatif pengendalian penyakit reproduksi
menular untuk meningkatkan efisiensi reproduksi sapi potong. Balai
Penelitian Veteriner. Bogor, Jawa Barat.

Noor, S.M. 2008. Epidemiologi dan pengendalian Brucellosis pada sapi
perah di pulau Jawa. Balai Penelitian Veteriner. Bogor, Jawa Barat.


Suhardono, T. 2002. Infectious Bovine Rhinotracheitis. J. Wartazoa 4 (2) : 25-29.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar